Jumat, 10 Februari 2012

Percakapan yang Absurd

Pagi ini pikiran setengah kosong. Tapi perhatianku tertuju pada selembar foto lelaki tampan dari seberang. Aku menyebutnya penyemangat pagi. Bukan masalah jika ia sudah termiliki atau belum. Yang jelas, aku hanya sekedar mengaguminya.

Aku dan pagi dengan sedikit sukacita,
menyambutnya tanpa rasa kantuk. Bahkan aku masih sanggup menuliskan ini untukmu.
"Untuk siapa?, tanya hatiku.
"Untuk siapa saja yang kukehendaki pagi ini", jawab tanganku yang masih asyik menulis.
"Hehhh, apa kalian tidak lihat bahwa aku telah lelah ? Sejak kemarin aku lelah menangis. Menumpahkan ruah airmata, kalian kira itu bukan pekerjaan yang lelah ? Istirahat pun aku jarang. Dan setiap hari aku harus menatap layar monitor. Layar maya yang bisu. Melihat yang itu-itu saja", keluh mataku.
"Maafkan aku. Aku tidak bisa mengendalikan emosiku kemarin. Kau tau laki-laki yang telah membuatku sakit? Dia seolah-olah tidak merasa bersalah. Alhasil, ibuku menyalahkanku. Dikatakanlah kerjaanku hanyalah tidur dan tidur. Ah, aku jadi serba salah menghadapi kekosonganku", sergahku.
"Iya, sampai-sampai aku tidak pernah terawat. Dibersihkan pun aku jarang. Yah, paling cuma satu kali seminggu. Padahal aku sangat rindu air. Pantas saja pikiranmu selalu berkecamuk. Tampangmu tidak pernah fresh. Kamu hanya disibukkan oleh merefresh pikiran dengan menyibukkan diri di luar,'' rambutku menimpali.
"Aku tidak tahan dingin. Mengertilah !!!, kilahku.
"Lantas, kenapa kau memilih kota ini kalau kau tak tahan dingin ? Apa karena kau hanya menuruti kemauan lelaki yang dulu menjadi kekasihmu itu ?, tanya rambutku.
"Ahhh,, persetan dengan dia. Aku ke sini semata-mata bukan karena dia. Kalau aku ke sini karena dia, mungkin aku sudah tidak di sini lagi semenjak ku memutuskan untuk berpisah dengannya,"jawabku.
"Alasan kamu di luar logika. Lantas, sekarang kau berniat meninggalkan kota ini ?, tanya rambutku.
"Aku tidak tau", jawabku.
"Kamu harus mengambil keputusan secepatnya. Masa depanmu ditentukan pertengahan tahun ini. Atau, kamu masih memikirkan untuk segera berjumpa dengan kekasihmu ?, tanya rambutku.
"Aku hanya memikirkan bagaimana dia lulus saja dari tesnya. Aku tidak memikirkan bagaimana aku bisa berjumpa dengannya, karena itu masih jauh dari yang kupikirkan", sergahku.
"Alasan macam apa itu ? Kau pandai berkilah ya ? Sesungguhnya hatimu lebih tau", kata rambutku.
"Kenapa kalian jadi mempercakapkanku ? Jangan buat aku terlibat lagi dengan urusan yang menyakitkan. Buat aku senang dan terbebas dari rasa sakit. Aku lelah. Lelah", kata hatiku.
"Iya, aku juga tidak mau menangis lagi. Menangis hanya akan membuatku lemah. Jangan sia-siakan airmataku untuk sesuatu hal yang tak penting. Lebih baik kau menangis ketika mendengar dan membaca ayat suci Al Qur'an, karena itu akan menambah ketakwaanmu kepada-Nya Sang Maha Cinta", jawab mataku.
"Kali ini mungkin aku akan tegar. Sebab baru saja aku mendapat kabar bahwa dia tidak lolos dalam tesnya. Sama halnya dengan kekecewaanku kemarin. Kau tau, aku ingin berada di dekatnya sekarang. Ingin menguatkannya bahwa bukan ia saja yang gagal. Tapi aku juga. Aku telah gagal memenangkan kesempatan pertama dalam hidupku. Tapi, sudahlah. Mungkin dengan cara seperti ini, aku bisa menghargai kegagalan. Setiap kegagalan sejatinya hanyalah cara Allah dalam menguji kesungguhan kita", kataku.
"Izinkan aku menangis ya ? Kali ini airmataku tidak sia-sia. Bukan bermaksud menyesali kegagalan. Tapi ini adalah sebentuk ketegaran dan aku terharu dibuatnya", pinta mataku.
"Air mata tidak berarti lemah, kan ? Justru ia bisa menguatkanku di saat aku sendiri menghadapi hal ini di sini", tandasku.
"Dan apakah aku boleh berhenti menuliskan ini? Aku kehabisan diksi untuk memparafrasekan sebuah kegagalan dan ketegaranmu wahai jiwa yang sunyi. Aku sudah tak sanggup. Karena mata dan hati telah menarik paksa urat syarafku untuk menghentikannya dan berbaur bersama mereka dan kamu tentunya", tanya tanganku.
"Ya, berhentilah kau menuliskan ini untukku", jawabku.

(Layar maya mati, aku tertidur)


Malang, 110212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar