Jumat, 02 Maret 2012

Serintik Gerimis; Amri

Menemuimu dalam balut kabut mendung. Serintik gerimis pun tak ayal mengenai tepat di lensa minusku. Tatkala itu, aku jadi teringat kegemaran Bunga pada gerimis yang kerap menaungi kaca-kaca rumah. Sedamai itukah gerimis ? Tapi kenapa aku selalu merutuki tiap curah gerimis ataupun lebatnya hujan ? Atau aku harus bersabar menunggu sampai bumi dan tanah benar-benar basah; aroma khas hujan. Ah, manusia, pikirku. Tiada keluhan yang tak terlontarkan, sekalipun itu nikmat yang diberikan oleh-Nya sangat melimpah. Manusia selalu merasa kurang cukup. Akan tetapi, bagiku, sore tadi adalah nikmat tiada tara. Menghampirimu dengan diam. Rasa-rasanya aku tak hentinya tersenyum jika bisa bertemu denganmu. Hanya saja aku selalu menyembunyikan rasa sukacitaku ketika itu. Perasaan yang takkan tergantikan oleh apapun juga.

Sepertinya aku tlah berdamai dengan perasaanku sendiri. Menjumpaimu, melihat kau tersenyum, walau keacuhan itu tetap ada. Ah, abiku. Bagiku kau inspirasiku. Sama dengan waktu dan gerimis. Tapi kau lebih istimewa. Istimewa dalam segala apa yang kutau. Apapun hal yang kau rahasiakan dariku. Aku takkan menuntut untuk ingin tau. Cukup dengan dekat dan mengenalmu hingga kutemui kekekalan (kematian) yang Dia janjikan, aku sudah cukup bahagia. Karena aku tau, dicintai dan memilikimu adalah mimpi terjauhku. Mimpi yang slalu berkecamuk dalam memori pikirku.

Kini, aku hanya ingin belajar, bagaimana caranya menerima jika nantinya kau memang tidak bisa bersamaku. Sebab takdir adalah pasti. Sama halnya dengan kematian.

Semakin aku belajar untuk menerima kenyataan pahit, semakin aku mencintaimu.

Kamis, 01 Maret 2012

Amru pada pagiku (dini hari)

Dear waktu,

setiap geliatmu adalah cerita. tapi taukah kau ? sedini ini tanpa disadari kami tlah mempercakapkan seresah dan sefana apa kemungkinan itu untuk kami. Ada secercah nafas lega, bergerak teratur layaknya suasana pagi yang masih suci dari jejak mentari dan terik garang menghentakkan; nyaris sampai tapi belum selesai. Ah, aku dihadapkan pada persoalan baru, lagi; kecamuk tanya - kau terdiam kembali.

Kupikir, tak apalah jika kekecewaan
bisa sepagi ini aku terima
bukankah mencintainya adalah sebuah keikhlasan ?
ya, aku tau itu, perasaanku.
tanpa bisa termiliki atau tidak,
aku hanya ingin mengenalmu sampai aku terhenti di kefanaan ini,
menikmati kekekalan yang tlah Dia janjikan.


waktu,

apakah Allah masih memperpanjangkanmu untukku ?
masihkah kau setia menanti hal yang masih terahasiakan darinya ?
 kalau saja boleh aku meminta pada Rabb_ku.
aku ingin menanti segala apa yang akan ia katakan,
tentang rahasia,
janjinya,
atau ...

ah, waktu...
aku terlalu mencintainya.
apakah aku bodoh ?
katakan saja,
cercalah,
tertawailah kebodohanku ini.



Cendrawasih home, 02 Maret 2012