Selasa, 31 Januari 2012

Psikologi Sastra (Konflik Psikologis Tokoh Pengacara Muda dalam Cerpen "Peradilan Rakyat")


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
            Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Atar Semi, M, 1993:8).
            Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya. Ia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan lainnya. Namun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun anggota kelompok serta antara anggota kelompok yang satu dan anggota kelompok lain. Karena sangat kompleksnya, manusia juga sering mengalami konflik dalam dirinya atau konflik batin sebagai reaksi terhadap situasi sosial di lingkungannya. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalan – persoalan hidup. Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri. Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak dan jiwa itu sendiri (Bimo Walgito, 1997:7).
            Karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan mengenai hidup dan kehidupan (Andre Hardjana, 1985:60).
            Cerpen Peradilan Rakyat  merupakan salah satu cerpen karya Putu Wijaya. Seorang sastrawan yang dikenal serba bisa. Putu Wijaya sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah menulis skenario film dan sinetron. Sebagai seorang dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.
            Cerpen Peradilan Rakyat ini menceritakan tentang sosok seorang Pengacara Muda. Ia terkenal sebagai pemburu keadilan yang cemerlang. Lantas pada suatu hari ia ditugaskan oleh negara untuk membela seorang penjahat besar. Penjahat yang telah melakukan korupsi di negerinya. Ia pun membela penjahat tersebut dan memvonis bahwa peradilan yang dilakukan oleh negerinya masih terlalu tergesa-gesa, dikarenakan bukti-bukti yang ada terlalu sedikit dan lemah. Akhirnya ia berhasil membela penjahat tersebut, namun di sisi lain, ia dikecam oleh rakyat, sehingga ia mati dibunuh oleh rakyat yang menginginkan pemerintahan yang sah.
            Guna menyelesaikan persoalan yang dihadapi akan digunakan psikologi kepribadian sebagai alat bantunya. Psikologi kepribadian adalah bidang psikologi yang berusaha mempelajari manusia secara utuh menyangkut motivasi, emosi, serta penggerak tingkah laku.
            Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dalam makalah ini mengangkat judul Analisis Tokoh Pengacara Muda dalam Cerpen “Peradilan Rakyat” Karya Putu Wijaya : Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra.

1.2 Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana deskripsi kepribadian tokoh Pengacara Muda dalam cerpen Peradilan Rakyat?
2. Bagaimana konflik psikologis yang dialami tokoh Pengacara Muda dalam cerpen Peradilan Rakyat?
3. Bagaimana sikap tokoh Pengacara Muda dalam menghadapi konflik tersebut ?

1.3 Tujuan
            Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mendeskripsikan kepribadian tokoh Pengacara Muda dalam cerpen Peradilan Rakyat.
2. Mendeskripsikan konflik psikologis yang dialami tokoh Pengacara Muda dalam cerpen Peradilan Rakyat.
3. Mendeskripsikan sikap tokoh Pengacara Muda dalam menghadapi konflik.

1.4 Manfaat
            Penyusunan makalah tentang analisis psikologi tokoh Pengacara Muda ini diharapkan mampu memberikan wawasan tentang studi sastra, khususnya psikologi sastra. Secara praktis, penyusunan makalah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada pembaca tentang isi cerita dalam cerpen Peradilan Rakyat.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Hakikat Penokohan
            Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi --- karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan ---- menunjuk pada penempatan tokoh – tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones (1968:33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
            Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981:20), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori resepsi, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya. Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata – kata (verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal). Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik.
            Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya yaitu dengan menggunakan dua metode yaitu metode langsung (analitik) dan metode tidak langsung (dramatik). Metode langsung (analitik) adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya. Metode tidak langsung (dramatik) adalah teknik pengarang mendeskripsikan tokoh dengan membiarkan tokoh-tokoh tersebut saling menunjukkan kediriannya masing-masing.
            Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang tokoh tersebut. Jenis - jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut:
1. Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya.
a. Tokoh utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.
b. Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau tidak langsung.

2. Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.
a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca.
b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik (Burhan Nurgiyantoro, 1995:173 - 174).

2.2 Pendekatan Psikologi Sastra
1. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama  (menurut Gerungan) karena :
¨      Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
¨      Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah.

            Bimo Walgito mengatakan bahwa ‘psikologi’ adalah ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan (1997:9).
            Dalam penelitian ini, ada beberapa peristiwa kejiwaan yang perlu dipahami antara lain:
a. Konflik
            Konflik terjadi bila ada tujuan yang ingin dicapai sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Konflik terjadi akibat perbedaan yang tidak dapat diatasi antara kebutuhan individu dan kemampuan potensial. Konflik dapat diselesaikan melalui keputusan hati. Konflik dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Approach-approach conflict, yaitu konflik-konflik psikis yang dialami oleh individu karena individu tersebut mengalami dua atau lebih motif yang positif dan sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa pergi kuliah atau menemui temannya karena sudah berjanji.
2. Approach avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena dalam waktu yang bersamaan menghadapi situasi yang mengandung motif positif dan motif negatif yang sama kuat. Misalnya, mahasiswa diangkat menjadi pegawai negeri (positif) di daerah terpencil (negatif).
3. Avoidance-avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif yang sama-sama negatif dan sama-sama kuat. Misalnya, seorang penjahat yang tertangkap dan harus membuka rahasia kelompoknya dan apabila ia melakukan akan mendapat ancaman dari kelompoknya.
4. Double approach avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua situasi yang masing-masing mengandung motif negatif dan motif positif yang sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa harus menikah dengan orang yang tidak disukai (negatif) atau melanjutkan studi (positif)
b. Sikap
            Sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam lapangan psikologi. Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang dapat menduga respon atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya.
            Gerungan (1991:149), “pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi. Jadi attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal.”
            Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, pandangan, keyakinan seseorang mengenai objek tertentu yang disertai adanya perasaan tertentu yang memberikan dasar kepada seseorang untuk membuat respon atau bereaksi dengan cara tertentu yang dipilihnya.
2. Pengertian Psikologi Sastra
            Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra dari sudut psikologi. Perhatian diarahkan kepada pengarang dan pembaca (sebagai psikologi komunikasi) atau kepada teks sastra itu sendiri. Rene Wellek dan Austin Warren (1962:dalam Melani Buadianta, 1989: 90) menyatakan bahwa istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkman pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca atau disebut psikologi pembaca.
            Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa empat model dalam psikologi sastra meliputi (1) pengarang, (2) proses kreatif (3) karya sastra, dan (4) pembaca. Psikologi sastra dengan demikian memiliki tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca. Fokus psikologi dalam psikologi karya sastra pada pengarang dan karya sastra, dibandingkan dengan pembaca. Untuk memahaminya harus dilihat bahwa pendekatan terhadap pengarang merupakan pemahaman atas ekspresi kesenimannya, karya sastra mengacu pada objektivitas karya, dan pembaca mengacu pada pragmatisme.


Analisis Tokoh Pengacara Muda dalam Cerpen Peradilan Rakyat
1. Kepribadian tokoh Pengacara Muda
            Tokoh Pengacara muda dalam cerpen Peradilan Rakyat memiliki kepribadian yang tangguh. Hal ini disebabkan karena ia memiliki jiwa yang berani dalam menegakkan keadilan di negerinya yang sedang kacau. Pernyataan tersebut ditandai dalam kutipan sebagai berikut :
"aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."
2. Konflik psikologis yang dialami oleh tokoh
            Dalam cerpen Peradilan Rakyat, konflik yang dialami oleh Pengacara Muda yaitu adanya kebimbangan dalam hatinya tentang suatu perkara. Hal yang menjadi pertanyaan dalam hatinya yaitu apakah tindakannya dalam membantu seorang penjahat besar di negerinya sudah benar atau tidak. Dan hal tersebut ia tanyakan kepada ayahnya yang telah menjadi pengacara bertahun-tahun.
            Konflik yang dialami oleh Pengacara Muda dalam cerpen Peradilan Rakyat termasuk ke dalam Approach avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena dalam waktu yang bersamaan menghadapi situasi yang mengandung motif positif dan motif negatif yang sama kuat. Hal ini ditandai dalam kutipan teks sebagai berikut:
            Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan beku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.
3. Sikap tokoh Pengacara Muda
            Dari perkara yang telah ia bahas bersama ayahnya – seorang pengacara senior, ia pun mengambil langkah untuk membela penjahat besar, karena menurutnya, negara dalam menyikapi perkara (korupsi) yang telah dilakukan oleh penjahat tersebut hanya memiliki bukti-bukti yang sedikit dan lemah. Sehingga membuat dia yakin bahwa tindakan yang akan dilaksanakannya tersebut benar, yakni membela seorang penjahat besar dalam sebuah peradilan rakyat. Hal ini ditandai dalam kutipan sebagai berikut :
            "Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."


BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
            Dari penganalisisan di atas, dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa dalam menegakkan keadilan, diperlukan jiwa yang tangguh dan berani seperti yang ada pada diri seorang pengacara muda tersebut. Namun di sisi lain, dalam mencari kebenaran atas perkara yang telah dilakukan oleh penjahat besar, kita harus memiliki bukti-bukti yang kuat, agar di dalam peradilan terbukti siapa sebenarnya yang salah. Sebaliknya, jika bukti-bukti yang telah terkumpul terlalu sedikit, maka alasan yang telah dikemukakan bahwa seseorang tersebut bersalah semakin melemah sehingga sulit dipercaya. Hal inilah yang menjadi pertentangan di hati seorang pengacara muda. Lantas mengambil langkah untuk membela penjahat besar tersebut, karena ia menganggap peradilan terlalu tergesa-gesa dalam menindak seorang yang bersalah tanpa memiliki bukti yang kuat.

2. Saran
            Agar kita tidak terjebak ke dalam langkah yang tergesa-gesa, maka dalam mengambil suatu keputusan, perlulah sekiranya kita memiliki bukti yang kuat agar alasan pun dapat diterima. Sehingga tidak terjadi kesalahan yang sangat fatal.


DAFTAR PUSTAKA

Andre Hardjana. 1985. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Atar Semi, M. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.
Bimo Walgito. 1978. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi
Offset.
Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Gerungan, W. A. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: Ereco.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar